Kamis, 30 September 2010

Aku si Anak Jalan


Hari ini, esok dan seterusnya aku akan seperti ini. Ah, tidak! esok dan seterusnya hatiku berkata lain. Aku tidak ingin terus menerus hidup dalam bayang-bayang hitam dan kegelapan. Langkah kecilku yang mungil dengan bertelanjang kaki berjalan dari kendaraan satu menuju kendaraan lain yang berhenti pada sebuah lampu merah di daerah cawang, menyanyikan sebuah lagu anak jalanan dihiasi alunan musik yang terbuat dari botol minuman bekas yang berisikan sedikit beras.
Seorang laki-laki muda berpenampilan yang bisa kubilang seperti orang kaya, duduk sambil memainkan handphone yang dipegangnya. Dia menatapku sinis. Ketika aku selesai bernyanyi dan berjalan menuju arahnya untuk meminta uang yang merupakan secercah harapan untuk bisa menabung demi kehidupan kelak, ia sama sekali tak menghiraukan. Berpura-pura tidak melihatku.
“Dasar orang kaya pelit!” aku bergumam dalam hati ketika turun dari bus yang baru saja aku naiki.
Aku lelah, tubuhku tersengat matahari dan diterpa angin hujan. Umurku  sepuluh tahun dan tidak ada perubahan sama sekali pada kehidupanku setiap tahunnya. Mengapa nasibku seperti ini? Siapa yang bertanggung jawab atas diriku? Orang tuapun aku tak tau dimana bahkan siapa... aku hanya mengenal jalanan, lampu merah, bus, metro mini, dan itu-itu saja setiap harinya. Hari semakin sore. Macet. Ya, hanya itu yang dapat kugambarkan mengenai suasana Jakarta sekarang. Mataku tertuju pada...
Ah!
Tak percaya!
Seorang anak kecil seumuranku berjalan mengenakan tongkat kayu yang mungkin ia dapatkan dijalanan. Kakinya hanya satu. Anak itu berjalan dengan gesit dan lincah walaupun keadaannya sangat sulit. Bermodalkan karung goni yang dikenakan pada bahunya dan sebuah tongkat besi, ia mengambil botol bekas dan sampah yang bertebaran dijalan lalu dengan senyuman menghiasi wajahnya yang penuh debu ia berjalan menyusuri pinggir jalan raya.
Ya, TUHAN!!!
Ya, GUSTI!!!
Aku masih sangat beruntung dan seharusnya aku mensyukuri semua karunia yang tidak pernah aku sadar akan hal itu. Memiliki tubuh yang lengkap. Kini aku lebih menghargai sesuatu dalam bentuk apapun dan sekecil apapun dan yang paling penting adalah untuk menghargai diri sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Ninis Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | Illustration by Enakei | Blogger Blog Templates