Kamis, 22 Maret 2012

Senyum Ben


Seminggu lagi merupakan hari yang menegangkan dan hari paling bahagia sepanjang hidupku. Keluarga pacarku, Ben raharjo akan datang untuk berkenalan dengan keluargaku. Maklumlah hubungan yang telah aku jalin sudah setahun lebih. Ben, Lelaki yang selalu menemaniku saat duka maupun bahagia. Ya, aku selalu bahagia dengannya. Saling pengertian dan jujur adalah kunci untuk kami berdua menuju hubungan yang serius.
Namun ketika itu, tiga hari sebelum acara perkenalan, aku bertemu dengan seseorang yang merupakan teman lamaku dan juga pernah mengisi hidupku dahulu.
Langkahku terhenti ketika ingin menuju kampus, seorang lelaki yang aku kenal betul berdiri di hadapanku, sedikit menghalangi jalanku. Mungkin tak sengaja. Tak lama kemudian lelaki itu tersenyum padaku.
“Rizky?” tanyaku sedikit terpana akan perubahan fisik dan stylenya yang sangat berbeda.
Kali ini Rizky terlihat lebih fashionable dibandingkan dahulu. Ya, dua tahun yang lalu ketika aku masih berpacaran dengannya. Ketika SMA.
“Ninis, kan?” tanyanya heran dan memastikan.
Aku mengangguk. Malu. Entah apa yang ingin kukatakan. Hubunganku dengan Rizky yang kujalin selama enam bulan tidak berhasil dengan indah karena setelah lulus SMA ia melanjutkan kuliahnya di Singapore dan aku tidak bisa melakukan Long Distance Relationship. Akhirnya dengan sangat terpaksa, kami memutuskan untuk berpisah hingga akhirnya aku bertemu dengan Ben dan menjalin hubungan.
“Kamu kuliah disini, Nis?”
“Ia, Riz,” jawabku singkat.
“Oh, jurusan apa?”
“Seni rupa.”
“Sudah lama kita tak bertemu, bagaimana kalau kita berbincang sebentar sambil makan siang?”
Aku terdiam. Bingung.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik...
“Kamu keberatan?” tanya Rizky lagi.
Aku menggelengkan kepala. Dengan berat hati, aku memutuskan untuk makan siang dengannya. Yahh... aku pikir tak ada salahnya juga apabila aku hanya berbincang sebentar seputar pekerjaan dan keluarga, mungkin. Akhirnya sampailah kami pada sebuah restaurant sea food langgananku dengan Ben di sebrang kampus.
“Bukankah kamu di luar negeri?” aku mengawali pembicaraan.
“Ya benar tetapi sekarang aku sedang mengunjungi keluarga. Aku juga ada urusan dengan temanku di sebuah kantor, jadi kemungkinan aku akan sering balik kesini,” jelasnya.
Rizky terlihat memperhatikanku dengan seksama. Aku menjadi salah tingkah. Wajah yang dahulu aku kira tak akan pernah  terlihat lagi kini ada di depanku, dan sangat berbeda.
“Nomer kamu masih yang dulu, Nis?”
“Hmmm, enggak. Udah ganti,”
“Boleh aku save?”
“Hmmmm, boleh,”
“Nis, apakah kamu masih menungguku??” tanya Rizky to the point.
Aku terkejut dan tak menyangka Rizky bisa berbicara seperti itu. Ya Tuhan mengapa cobaan yang berat datang secepat ini. Dahulu aku sangat mencintai Rizky dan aku pernah berjanji untuk menunggunya namun karena aku tak sanggup dan Ben terlalu baik padaku, perasaan itu lambat laun hilang seiring berjalannya waktu.
Ben selalu membuat aku lupa dan tidak mengingat Rizky lagi. Ben yang selalu menghadirkan semangat untukku. Ben yang selalu menyalakan api ketika lilinku padam setiap mengingat Rizky. Namun kini kehadiran Rizky membuat jantungku berdebar-debar lagi tak karuan. Seperti waktu pertama kali aku berjumpa dengannya.
Walaupun penampilan Rizky berubah drastis, namun tatapan matanya masih sama seperti dahulu, teduh dan membuatku selalu ingin menatapnya. Aku terhanyut dalam buaian waktu saat ini.
Tiba-tiba iPhone-ku berbunyi membuyarkan lamunanku dan panggilan itu berasal dari Ben.
“Sayang, kamu dimana?” tanya Ben dari seberang telepon.
“A.. aku sedang makan siang,” jawabku sedikit gugup.
“Di kampus?”
“Bukan, di... di luar kampus Ben,”
“Pasti kamu makan sendiri lagi yaa? Lagi kepengen makan sea food kan kamu?” tanya Ben pasti dan hal itu benar. Ben yang mengetahui segala tentangku. Aku tidak akan makan di luar kampus selain di restaurant sea food ini.
“I.. iya,” aku hanya bisa menjawab seperti itu.
“Maaf ya aku masih di kantor jadi nggak bisa nemenin kamu deh,”
“Nggak apa-apa,” jawabku singkat.
Ah, baru kali ini aku membohongi Ben. Hal bodoh apa yang aku lakukan? Aku terus bertanya pada diriku sendiri. Pandangan Rizky mencuri pada wajahku sesekali kemudian tersenyum dengan sangat manis.
“Pulangnya jangan kemaleman ya, aku ada lembur di kantor malam ini,” Ben selalu memperhatikanku. Setiap hal kecil yang aku lakukan.
***
Sebulan kemudian. Setelah Ben dan keluarganya datang untuk berkenalan dengan keluargaku, tanpa sepengetahuan Ben, aku menerima ajakan Rizky untuk bertemu ditempat dahulu kita sering menghabiskan malam minggu di Excelso cafe. Kami berdua bergandengan tangan sambil membicarakan tentang hubungan yang dahulu pernah terjalin. Entah kenapa perbincangan berjalan dengan sendirinya tanpa aku sadari aku terhanyut. Oh, tiba-tiba aku sangat merindukan kejadian itu dan ingin mengulangnya kembali tanpa memikirkan Ben sama sekali.
Entah kenapa aku menjadi nyaman ketika berada di dekat Rizky lagi dan aku mulai menaruh harapan agar semua tidak berlangsung singkat. Aku inginkan seperti ini bersama Rizky berkepanjangan. Namun Ben, masih tetap sangat memperhatikanku di sela kesibukannya.
***
Sebuah email masuk dalam yahoo-ku.
Ben.raharjo@yahoo.com
Ninis, kemarin aku melihatmu bersama seseorang yang akhirnya kuketahui adalah kekasihmu sebelum kamu bertemu denganku. Kamu tak perlu khawatir karena aku sudah berbicara pada keluargaku dan keluargamu tentang pembatalan perunangan  kita. Doaku selalu indah untukmu.
AKU BAHAGIA JIKA KAMU BAHAGIA. Keep SMILE, Ben J
15/06/2011

Rasanya aku seperti tersambar petir melihat simbol senyum tersebut. Aku mengambil iPhone dan segera menelpon Ben.
“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Ninis Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | Illustration by Enakei | Blogger Blog Templates