Cerita dari seorang Bapak sekaligus sahabat untukku. Jakarta pada tahun 1988. Aku pun belum lahir saat itu dan dia baru berumur tujuh belas tahun. Masa peralihan. Tidak seperti remaja pada umumnya, kebahagiaannya direnggut oleh waktu. Sejak lahir ia sudah seorang diri dan di rawat oleh salah satu panti asuhan yang ada di jakarta timur. Menurut cerita ibu panti, dua puluh satu tahun yang lalu ditemukan seorang bayi terbungkus dengan kain putih di halaman rumah seorang warga kemudian warga tersebut membawanya ke panti asuhan. Sungguh tragis. Aku tidak bisa membayangkan. Tahun demi tahun ia beranjak dewasa. Tak satupun pasangan bahagia yang mengadopsinya. Pernah suatu ketika ada sepasang suami istri yang menginginkannya dan bertanya pada kepala panti namunketika mengetahui bahwa ia buta, pasangan tersebut tidak jadi mengadopsi.
“Seperti bunga, saya sedang tumbuh liar. Tak ada ciuman dari seorang Ibu dan senyuman dari seorang Ayah,” katanya waktu itu.
Hatiku rasanya tersambar petir. Ia kuat. Ia tegar dan ia tabah menjalani hidup. Tidak seperti aku yang selalu menggantungkan hidup kepada kedua orang tuaku sampai detik ini. Aku hanya bisa meminta tanpa memberi. Aku hanya bisa menolak tanpa mensyukuri. Dan aku hanya bisa menangis tanpa bertahan. Namun terkadang satu hal yang aku lupa, untuk mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan.
“Tak ada seorangpun yang menginginkan saya,” katanya lagi waktu itu.
Air mataku mulai turun membasahi pipiku. Tak kuasa aku menahannya. Dia sendiri. Seorang diri. Dari lahir, beranjak remaja, dewasa hingga sekarang. Aku terus menatap batu nisan yang di atasnya bertuliskan namanya. Sahid Satria. Sekarang ia tidak sendiri lagi. Pasti banyak yang mau menemaninya.
*terinspirasi oleh lagu Nobody's child-Karen Young
*terinspirasi oleh lagu Nobody's child-Karen Young
Tidak ada komentar:
Posting Komentar