Alam mulai liar dan tak bersahabat
Gunung menyemburkan lahar dari tubuhnya
Tsunami menghampiri tepat waktu
Apa yang harus kita perbuat?
Marahkah atau harus PILU
asap hitam menjelajah luas di atas bumi kita
Dunia kita kelabu dan tidak sejingga matahari dahulu
kita TERBATAS
Yaa Gusti...
Merahnya perjuangan terus berwarna
getarannya masuk melekat di lubuk hati
Merah putih menangis
Tersendu-sendu
merindu kehijauan yang menghijau
pun jabat tangan sang alam
penuh sujud dan doa
Aku menghirup nafas kematian dimana-mana dan KABUNG. kemblai menuai luka. Bayi menjerit lapar dan wajah-wajah keriput menghiasi tayangan dalam berita. Menjadikan fenomena sebagai pelajaran yang harus kita pelajari untuk kembali pulang ke “rumah” dan membuai sahabat.
Dekatkan aku pada sang KHALIK PENCIPTA DARI SEGALA CIPTA. Tangan, kaki, wajah, dan seluruh tubuhku berlumur dosa. Pahit dan kelam. Bumiku meluntah lantah perlahan. Menyapu bersih. Semakin menjadi-jadi memuntahkan kebenciannya atas perilaku tidak menjaga. KITA sedang bersama dalam duka.
Aku mencicipi butir-butir kepedihan. Berkepanjangan. Perlakuannya dahsyat mengguncang jiwa. mengGILA dan hyperbola! aku harus bertanya pada siapa?
Jangan bertanya!
Tak ada yang bisa menjawab
“Lakukan apa yang bisa kau lakukan!” hatiku berteriak.
Alam kembali menununjukkan bara
Gunung lagi-lagi menyemburkan lahar dari tubuhnya
Tsunami menghampiri tepat waktu
Apa yang harus kita perbuat?
Melawankah atau harus LARA
asap hitam kembali menjelajah luas di atas bumi pertiwi
Dunia kita hitam dan tidak sebiru langit dahulu
kita TERBATAS
Yaa Gusti...
Merahnya perjuangan terus mengalir
getarannya masuk melekat di palung hati
Merah putih menangis
Tersendu-sendu
merindu kehijauan yang menghijau
pun jabat tangan sang alam
penuh sujud dan doa
Luka yang mendalam dan meluas, menyayat hatiku. Mengikis senja dan menjadi malam seribu malam yang abadi. Tangisan itu terjerit dan rintihan itu menggema di telingaku. Parunya sesak dan nafasnya terengah. Darah menghiasi tangisnya yang memilu. Memilu di atas kesedihan saudaraku. Pun malam ini seperti merumuskan air mata dan isak tangis. Depresiku menari dengan indah di atas alam sadarku. Tidurku sedikit dan kembali bangun dan tersadar. Apa yang harus aku perbuat?
“Lakukan apa yang bisa kau lakukan!” kembali hatiku berteriak.
Keras dan tajam.
Adzan berkumandang. Ya RABB...
Selantun doa kunyanyikan merdu kala pagi menjelang. Bersama tetesan embun mencoba menghirup udara yang segar. Aku yang kecil tak kuasa melakukan sedikit. Hanya rasa dalam kebersamaan menyelimutiku.
Tanah air tercinta
Janganlah menangis wahai IBU
Tanah air tercinta
Janganlah menangis wahai AYAH
Tanah air tercinta
Janganlah menangis wahai SAHABAT
Tabah jalankan tugas mulia
ini hanya setitik debu isyarat agar kita SADAR
hanya ALLAH di atas segalanya
Jangan menangis merah putih...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar